Bab 1
Pengenalan
1.1 Pendahuluan
Kehamilan yang
direncanakan dan diinginkan akan menimbulkan kebahgiaan, sedangkan kehamilan
yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan dapat menimbulkan dampak yang
kurang baik bagi si ibu maupun janin yang dikandungnya. Depresi hingga kematian
dapat terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan
terjadi akibat kegagalan kontrasepsi seperti lupa minum pil KB, terlambat
suntik KB, kegagalan senggama terputus, ataupun akibat perkosaan.
KUHP melarang
aborsi, dan bagi ibu serta pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan
diundangkannya UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang juga mengatur tindak
pidana aborsi, maka pasal-pasal tentang aborsi dalam KUHP ini tidak berlaku
lagi atas dasar Lex Specialis Derogant
Lex Generalis. Berbeda dengan KUHP, UU Kesehatan memberikan pengecualian
(legalisasi) terhadap tindakan aborsi tertentu, yaitu aborsi yang dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya.
Pengertian Aborsi
Menurut Encyclopedia Britania “ The American College Of Obstericians and
Gyneologist “ ada dua jenis aborsi :
1. Accident
abortion, yaitu
penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi selama alami, tanpa
perlakuan medis.
2. Therapeutic
abortion, artinya bahwa
penghentian kehamilan melakukan perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau
penggunaan RU486 atau beberapa terapi lainnya.
Sedangkan beberapa kelompok masyarakat yang pro
kehidupan mendefinisikan aborsi sebagai sebuah tujuan untuk menghalangi proses
perkembangan yang dari waktu ke waktu konsepsi hingga melahirkan.1
Abortus merupakan
suatu masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di tulis orang.
Kontroversi karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk
mereka yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama.
Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan
tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara
sukarela mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu.2
1.2 Masalah
Anda kebetulan
sedang berdinas jaga di laboratorium di rumah sakit tipe B. Seorang anggota
polisi membawa sebuah botol berukuran 2 liter yang disebutnya sebagai botol
dari sebuah alat “suction curret” milik seorang dokter di kota anda. Masalahnya
adalah bahwa dokter tersebut disangka telah melakukan pengguguran kandungan
yang illegal. Dan di dalam botol tersebut terdapat campuran darah dan jaringan
hasil suction. Polisi menerangkan dalam surat
permintaannya, bahwa darah dan jaringan dalam botol berasal dari tiga perempuan
yang saat ini sedang diperiksakan ke Bagian Kebidanan rumah sakit anda.
Penyidik membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang dapat menjelaskan apakah
benar telah terjadi pengguguran kandungan dan apakah benar bahwa ketiga
perempuan yang sedang diperiksa di kebidanan adalah perempuan yang kandungannya
digugurkan oleh dokter tersebut. Hasil pemeriksaan tersebut penting agar dapat
dilanjutkan ke proses hukum terhadap dokter tersebut.
Anda tahu bahwa
harus ada komunikasi antara anda dengan dokter kebidanan yang memeriksa
perempuan-perempuan di atas, agar pemeriksaan medis dapat memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi penyidikan dan penegakkan hukum.
1.3 Tujuan
- Mempelajari tentang aspek hukum, aspek etik profesi dan prosedur legal terkait kasus abortus.
- Mempelajari tentang pemeriksaan medis baik di bidang pemeriksaan fisik dan ginekologis terhadap perempuan tersangka pengguguran.
- Mempelajari tentang pemeriksaan laboratorium terhadap perempuan dan hasil suction dalam botol serta pembuatan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan.
Bab 2
Isi
2.1 Aspek Hukum Pada Kasus Aborsi
Pengguguran
kandungan dapat dibedakan kepada definisi menurut hukum dan definisi menurut
medis. Definisi pengguguran kandungan berdasarkan hukum adalah keluarnya bayi
dari rahim ibunya sebelum saatnya dilahirkan (0-9 bulan). Secara medis,
pengguguran kandungan didefinisikan sebagai janin yang belum layak hidup di
luar rahim ibu yaitu < 20 minggu atau < 1000 gram. Untuk perbincangan
hukum, maka akan dibincangkan pengguguran kandungan berdasarkan definisi hukum.3
Berdasarkan UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan;
Pasal 75 UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
(1)
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup diluar kandungan; atau
b. Kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologik bagi korban
perkosaan.3
(3) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.3
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.3
Pasal 76 UU No 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum
kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Dari undang-undang tersebut jelas
bahawa segala tindakan aborsi dilarang kecuali pada keadaan tertentu seperti
terdapatnya indikasi medis dan jika kehamilan tersebut merupakan hasil
perkosaan. Karena pengguguran kandungan merupakan tindakan kriminal maka dalam
KUHP penjelasan tentang tindakan aborsi di tulis dibawah Pengguguran Kandungan
Kriminalis;
Pasal 346 KUHP
Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.3
Pasal 347 KUHP
(1) Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan kematian wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima
belas tahun.3
Pasal 348 KUHP
(1) Barang
siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.3
HR 1 November 1897
Pengguguran
dalam kandungan hanya dapat dipidana apabila pada waktu perbuatan itu
dilakukan, kandungannya hidup. Undang-undang tidak mengenal suatu dugaan hukum
menurut hukum, darimana dapat disimpulkan bahwa ada kehidupan atau kepekaan
hidup.3
HR 12 April 1898
Untuk
pengguguran yang dapat dihukum vide pasal-pasal 346 – 348 KUHP disyaratkan
bahwa kandungan ketika perbuatan dilakukan masih hidup dan adalah tidak perlu
bahawa kandungan itu mati karena pengguguran.
Keadaan
bahwa anak itu lahir hidup, tidak menghalangi bahwa kejahatan telah selesai
dilakukan. Undang-undang tidak membedakan antara tingkat kehidupan kandungan
yang jauh lebih kecil, akan tetapi mengancam dengan hukuman pengguguran yang
tidak tepat.3
HR 20 Desember 1943
Dari
bukti-bukti yang dipakai oleh Hakim dalam keputusannya haris dapat disimpulkan
bahwa wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa mempunyai
niat dengan sengaja menyebabkan pengguguran dan kematian.3
Pasal 349 KUHP
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.3
2.2 Aspek Etika Profesi Kedokteran
Etik
adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Bioetika pula merupakan
salah satu cabang dari etik normatif. Etika biomedik merupakan etik yang
berhubungan dengan praktek dengan prakter kedokteran dan atau penelitian di
bidang biomedis.4
Etika
kedokteran merupakan cabang etik yang digunakan dalam bidang kedokteran. Etika
kedokteran digunakan dalam menentukan tindakan dalam bidang kesehatan atau
kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, dengan
mempertimbangkan juga hak-hak asasi pasien.4
Dikenali empat kaedah dasar moral
untuk mencapai keputusan etik. Keempat kaedah dasar moral tersebut adalah;
1. Prinsip
otonomi
Otonomi merupakan
prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination).
Prinsip moral ini kemudian melahirkan doktrin informed consent.5
2. Prinsip
benificience
Merupakan prinsip moral
yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke baikan pasien. Dalam beneficience
tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).5
3. Prinsip
non-maleficience
Merupakan prinsip moral
yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal
sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”.5
4. Prinsip
justice
Iaitu prinsip moral
yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).5
Dari prinsip moral yang dinyatakan,
didapat rules derivatnya yaitu:
·
Veracity (berbicara benar, jujur dan
terbuka)
·
Privacy (menghormati hak privasi pasien)
·
Confidentiality (menjaga kerahasiaan
pasien)
·
Fidelity (loyalitas dan promise keeping)
Seorang dokter
harus mampu menggunakan keempat prinsip dasar yang telah disebutkan beserta
dengan etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku.
Walaupun begitu,
dalam pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga
digunakan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaedah moral yang telah
disebutkan. Teori etik yang esensial dalam pelayanan klinik adalah:
1.
Medical
Indication
Pada topic medical
indication atau indikasi medis, dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi
yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek
indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah
benificience dan non-maleficience. Pertanyaan etika pada topic ini serupa
dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin
informed consent.5
2.
Patient
preferences
Pada topik ini,
diperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan
diterimanya. Topik ini mencerminkan kaidah otonomi. Pertanyaan etik meliputi
pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya,
pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten,
nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien.5
3.
Quality
of life
Topik ini merupakan
aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga atau
meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana melakukan
penilaian kualits hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence dan autonomy.5
4.
Contextual
features
Dibahas pertanyaan etik
seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga,
ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor hukum.5
Dalam profesi kedokteran di
Indonesia, telah disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Kodeki
terdiri dari empat kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,
kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Pasal-pasal yang disusun dalam
Kodeki berbunyi seperti berikut;
1. Setiap
dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.6
2. Seorang
dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
tertinggi.6
3. Dalam
melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.6
4. Setiap
dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.6
5. Setiap
perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.6
6. Setiap
dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.6
7. Setiap
dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.6
7a. Seorang dokter
harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih saying
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.6
7b. Seorang dokter
harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien.6
7c. Seorang dokter
harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
7d. Setiap dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.6
8. Dalam
melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun
psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyrakat yang
sebenar-benarnya.6
9. Setiap
dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.6
10. Setiap
dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mepergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.6
11. Setiap
dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.6
12. Setiap
dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.6
13. Setiap
dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.6
14. Setiap
dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.6
15. Setiap
dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.6
16. Setiap
dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.6
17. Setiap
dokter harus senantiasa mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.6
Dengan tersusunnya Kode Etik Kedokteran ini berserta dengan
prinsip-prinsip moral dasar dan teori etik klinik, diharapkan dokter-dokter
dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Dalam hal seorang dokter melanggar
etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia dapat dipanggil dan
disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai
pertanggungjawaban.7
2.3 Prosedur Medikolegal
Prosedur
medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis
besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran.3
Lingkup
prosedur medikolegal antara lain:
1.
Pengadaan Visum et Repertum
2.
Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
3.
Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan
pemberian keterangan ahli di dalam persidangan
4.
Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia kedokteran
5.
Penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik
6.
Fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik
Kewajiban dokter untuk membuat
keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan
dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184
KUHAP).3
Pihak yang berwenang meminta
keterangan ahli
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga
mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.3
Pihak yang berwenang membuat
keterangan ahli
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1)
yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan
membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik),
dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut
dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.3
2.4 Anamnesis dan Pemeriksaan
Anamnesis
Pada
tindakan anamnesis, doktor harus dapat melacak apakah tersangka pernah hamil
atau melahirkan. Soalan yang ditanyakan juga diharapakan bersifat terarah agar
dapat membantu dalam melakukan pemeriksaan dan menginterpretasi hasil
pemeriksaan.8
Antara soalan yang dapat ditanyakan
adalah seperti:
Kapan mens terakhir?
Berapa
lamakah siklus?
Kapan
mennarche?
Apakah
ia mempunyai pacar atau sudah bernikah?
Apakah
ia mempunyai anak sebelumnya, jika ada, berapa orang dan usia anak paling muda.
Dan soalan-soalan lain.
A. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
fisik umum
Manifestasi klinis abortus antara lain:
Keadaan umum tampak
lemah atau menurun, tekanan darah menurun atau normal, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
Perdarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
Rasa mules atau
keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.9
Pembesaran pada payudara
Pada saat hamil perubahan yang terjadi pada ibu hamil adalah
payudara menjadi tegang, areola ( puting ) menjadi lebih menonjol dan daerah
sekitar puting menghitam ( hiperpigmentasi ).
Hal ini disebabkan
karena terjadi peningkatan persediaan darah keseluruh tubuh maka daerah sekitar
payudara akan tampak bayangan pembuluh-pembuluh vena dibawah kulit payudara.
Hipertropi alveoli payudara menyebabkan payudara bertambah besar dan noduler.
Karena ukuran payudara membesar, vena-vena halus pun terlihat semakin jelas di
bawah kulit.9
Perubahan kulit
Stretch-marks akan muncul di
payudara, perut, paha dan pantat pada sebagian besar wanita. Tanda-tanda ini
berwarna merah muda pada waktu hamil tetapi setelah melahirkan bentuknya
mengecil berwarna keperakan. Pada wanita berkulit lebih gelap stretch-marks
kelihatan lebih jelas karena kontras dengan warna kulit.
Sebagian dari
pertambahan darah mengalir ke kulit. Kulit menjadi lebih hangat dan sering
berkeringat. Warnanya pun menjadi agak gelap yang disebabkan oleh meningkatnya
pasokan darah.9
Sebagian besar
kulit kembali ke warna aslinya setelah melahirkan, kecuali area sekitar puting
susu, genitalia, dan perut.9
2. Pemeriksaan
ginekologi
Diperiksa ada
tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah
dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar
dari ostium.9
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam
ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri,
osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari
ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau
sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,
tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri
Inspeksi :
(1). Chloasma gravidarum.
(2). Keadaan kelenjar
thyroid.
(3). Dinding abdomen (
varises, jaringan parut,).
(4). Keadaan vulva dan
perineum
Pada abortus yang sudah lama terjadi
atau pada abortus provokatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering
terjadi infeksi. Tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi cepat,
perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan, leukositosis. Pada
pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks
terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis
atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.9
Pemeriksaan
korban abortus
Pada korban hidup perlu
diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi,
hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia
interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.9
Abortus yang
dilakukan oleh ahli trampil mugkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah
berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit
yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.9
Pemeriksaan
pada korban hidup
Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter
adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran
yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan oleh Sp.OG. Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa
dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai
adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan di daerah perut, kongesti
pada labia mayora, labia minora dan serviks. Tanda-tanda tersebut biasanya
tidak mudah dijumpai karena kehamilan masih muda. Bila segera sesudah
melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya perlu
pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka, peradangan,
bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan abortivum. Pada
masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian
hubunga ibu dan janin.9
Pembuktian kasus abortus
1. Menentukan
apakah wanita tersebut hamil
2. Mencari
tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan
a)
Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar,
luka, perdarahan jalan lahir
b)
Mencari tanda-tanda infeksi
akibat pemakaian alat yang tidak steril
c)
Menganalisa cairan yang
ditemukan dalam vagina atau cavum uteri
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Terhadap
Tersangka
Dibuktikan melalui
pemeriksaan laboratorium, apakah seorang wanita itu hamil atau tidak adalah
dengan memeriksa :
a. Pemeriksaan
laboratorium darah lengkap
Dengan
pemeriksaan ini dapat menunjukkan penurunan kadar hematokrit, hemoglobin rendah
yang dapat memicu pasca pendarahan setelah terjadinya aborsi.
b.
Pemeriksaan trombosit
Dapat
meningkat karena mekanisme pembekuan darah yang terjadi sebagai mekanisme
kompensasi setelah terjadinya pendarahan yang banyak setelah aborsi
c.
Fibrinogen
Pemeriksaan
ini dapat membedakan sama ada sama ada aborsi ini tergolong dalam spontaneous
atau pun missed abortion. Pemeriksaan ini lebih spesifik kepada missed abortion.1
d.
Test urine
Pada
pemeriksaan urin juga dapat di ketahui bahwa wanita tersebut sedang hamil jika
adanya peningkatan bhCG yang sangat bermakna dalam mendeteksi bahwa wanita ini
sebelumnya pernah hamil dan melakukan pengguguran. Ini adalaha karena bhCG
dapat menurun setelah 2- 3 minggu setelah melahirkan, dan uji ini member nilai
yang sangat bermanfaaat.
e.
Pemeriksaan pregnanediol
Preganediol
merupakan hasil metabolit progesterone. Progesterone sanagt bertanggungjwab dalam perubahan uterus setelah ovulasi. Ianya
menigkat selam akehamilah dan dapat menuru jika terjadi aborsi dan disfungsi
plasenta.1
f.
Kadar Prolactin dalam serum
Kadar
prolactin serum berbeda beda mengikut jangka waktu kehamilan ,pada trimester
pertama < 80ng/ml, pada trimester
kedua < 160ng/mL dan trimester ketiga < 400 ng/mL. Hormon ini meningkat
sesuai jangka waktu kehamilan untuk menyediakan kepada pengembangan mammae
semasa laktasi terjadi. Jika adanya peningkatan kepada hormone ini bermakna ibu
ini pernah hamil.
g.
Pemeriksaan dengan USG
Dengan
USG dapat mengetahui uterus seseorang sama ada telah di aborsi atau tidak
dengan melihat kepada permukaan dinding rahim setelah terjadinya curratage.1
Pemeriksaan Terhadap Hasil Curettage
Pemeriksaan darah sangat penting
dalam menentukan species dan golongan darah manusia. Apabila ditemukan darah
tersebut pertama sekali harus di buktikan sama ada bercak darah ini benar –
benar darah manusia, atau hewan, jika darah manusia perlu memastikan adakah
ianya darah mensturasi atau bukan. Oleh itu di anjurkankan melakukan
pemeriksaan:
a. Pemeriksaan
Mikroskopik
Ertujuan
melihat darah sel darah merah dengan
membuat sediaan hapus dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Pemeriksaan ini
dapat menentukan golongan kelas dan
bukan spesies. Keuntunagn sediaan hapus
dapat mengetahui apakah darah ini merupakan seorang wanita atau bukan dengan
sel lekosit berinti banyak denan adanya barr body dan drum stik.4
b. Pemeriksaan
Kimiawi
Pemeriksaann
ini terdiri dari :
Pemeriksaan penyaringan darah dan penentuan darah serta
penentuan species. Pemeriksaan penyaringan darah dapat di gunakan
reaksi benzidin dan fenoftalin, dan jika positif akan bewarna merah muda
dan memastikan lagi ianya darah manusia.4
Pemeriksaan Penentuan Darah
a)
Dengan ditemukan pigmen , krisal hematin
dan hemokhromogen dengan menggunakan reaksi
Teichman dan Wagenaar. Reaksi Teichman
dengan hasil psitif tampak Kristal hemin- HCl yang berbentuk batang
bewarna coklat.
b)
Reaksi Wagenaar , dengan hasil positip
terlihat Kristal aceton –hemin yang berbentuk batang bewarna coklat.
c)
Pemeriksaan Spektroskopik. Pemeriksaan
ini dapat memastikan lagi bahwaa
golongan darah yang di periksa ini adalah darah jika di jumpai pita pita
absorbs yang khas dari hemoglobin atau turunannya.
d)
Pemeriksaan Serologis. Berguna dalam
menentukan species dan golongan darah berdasarkan reaksi antigen dan antibody ,
yaitu reaksi aglutinasi.
Penentuan Spesies
Terdapat dua cara yatu:
·
Reaksi cincin( reaksi presipitat dalam
tabung )
Hasil postif darah manusia akan terbentuk cincin keruh di perbatasan.
·
Reaksi precipitate dalam agar
Anti globulin darah manusia di masukkan dan di letakkan dalam ruang
yang lembab, hasil positip memberikan
precipitate jernih pada perbatasan
lubang.
Pemeriksaan Hubungan Antara Hasil Curratage dan Tersangka
a. Penentuan
Golongan Darah
Ianya
dapat di lakukan dengan meneteskan 1 tetes anti serum darah dan di lihat apakah
terjadinya aglutinasi atau pun belum. Jika keduanya cocok maka akan terlihat
reaksi aglutinasi.4
b. Pemeriksaan
Test DNA
Pemeriksaan
ini sangat akurat dan memberikan nilai
yang sangat tepat hampir 99.9%. Bahan
sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja, karena DNA dapat diperoleh
dari semua sel berinti. Sel yang tidak memiliki DNA hanyalah sel darah merah
karena sel darah merah tidak memiliki inti. Untuk itu terhadap berbagai bahan
sampel tersebut harus diberi perlakuan sebagai berikut:
1.Jaringan
Untuk bahan sampel yang segar, sampel
terbaik adalah jaringan limpa, kelenjar getah bening dan hati.
2.Darah
Darah cair diberikan pengawet EDTA,
dan disimpan dalam termos es atau lemari es. Alternatif lain, bahan diserap
dengan kain kasa lalu dikeringkan. Bercak kering dapat dikerok dengan scalpel,
dibawa dengan bendanya atau diusap dengan kain kasa basah lalu dikeringkan.
3.Tulang, Gigi dan Rambut
Dibungkus
dengan kertas alumunium dan disimpan pada suhu di bawah 20°C.
Bahan yang telah dikeringkan dapat
disimpan pada suhu kamar. Sampel
rambut diambil 10 – 15 helai beserta akarnya. Sampel gigi dipilih paling
sedikit empat, molar jika mungkin. Sampel gigi sebaiknya tidak rusak oleh
endodontia. Sampel tulang sebaiknya dari femur.
Teknik Analisis DNA
Adapun jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut:
1.
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Teknik pertama
yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik polimorfisme yang dinamakan
Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA
akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi
tertentu menjadi fragmen Variable Number
Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan enzim
retriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu dengan cara
mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang
(bar code). Dan dibandingkan untuk
menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.1
2. Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Metode analisa DNA
yang selanjutnya adalah Polymerase Chain
Reaction (PCR) yaitu suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu
secara in vitro dengan enzim polymerase DNA. Teknik ini didesain agar yang
diperbanyak hanya segmen tertentu dari sampel dengan tingkat akurasi yang
tinggi, sehingga dapat diperoleh informasi dari sampel yang jumlahnya sedikit
atau bahkan pada sampel DNA yang sudah mulai terdegradasi.1
3. STRs (Short Tandem Repeats)
Metode STRs (Short Tandem
Repeats) adalah salah satu metode analisis yang berdasar pada metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat) adalah suatu istilah genetik
yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang
diulang. Genome setiap
manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak dikembangkan karena
metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang tinggi.
Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar
karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 –
500 pasangan basa. Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada
setiap lokus yang memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak
lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada
satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan menghemat sampel.
Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan
perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs. Teknis ini banyak di gunakan
sekarang ini dalam penentuan DNA.1
4. mtDNA (Mitochondrial
DNA)
Aplikasi penggunaan
mitokondria DNA (mtDNA) dalam identifikasi forensik dimulai pada tahun 1990.
Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus dalam sitoplasma sel. Mitokondria mengandung
DNA kecil berupa molekul berbentuk sirkular yang terdiri dari 16569 pasangan
basa yang dapat diidentifikasi. Setiap
sel mengandung 100 – 1000 mitokondria.
Ciri khas dari mtDNA
adalah pola penurunannya. Tidak seperti DNA inti yang tersusun dari kombinasi
separuh DNA orang tua, mitokondria DNA hanya mengandung DNA ibu. Jika dari
pemeriksaan Mitokondria DNA dapat mengetahui garis ibu, maka dari pemeriksaan
Kromosom Y dapat mengetahui garis ayah pada anak laki-laki. Perbedaan yang
terlihat bahwa Mitokondria DNA adalah marker sitoplasmik yang diturunkan ibu
kepada semua anaknya sedangkan Kromosom Y adalah marker nuklear yang hanya
diturunkan seorang ayah pada anak laki-lakinya.1
Penggunaan
teknis ini sangat bererti dalam penegakkan kasus aborsi untuk memastikan lagi
hubungan tersangka dengan anaknya
2.5 Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam
hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Penjelasan terhadap pasal 133 KUHP:
(2) Keterangan yang diberikan oleh
ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang
diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
Yang berwenang meminta keterangan
ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir
h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan penyidik disini adalah penyidik sesuai
dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara
RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang
berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.10
Oleh karena visum et repertum adalah
keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta visum et
repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).10
Mengenai kepangkatan pembuat surat
permintaan visum et repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no.27
tahun 1983 yang menyatakan penyidik polri berpangkat serendah-rendahnya
Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena
jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara
serendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu Surat Permintaan
pemeriksaan telah ditanda tangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah
bahwa orang yang menandatangani surat tersebut selaku penyidik.10
Wewenang penyidik meminta keterangan
ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta,
seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHP sebagai berikut:
(1) Setiap
orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
ata ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Definisi
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.Penegak
hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang
sebaik-baiknya.10
Perbedaan
Visum et Repertum dengan Catatan Medis
Catatan medis adalah catatan tentang
seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang
dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan
bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas
kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi.
Catatan medis ini berkaitan dengan
rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322
KUHP. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal
120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia
jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan
ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.10
Jenis Visum et Repertum
Ada beberapa jenis Visum et
Repertum, yaitu:
1. Visum et Repertum Perlukaan atau
Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik
Tiga
jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai
mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak
pidana. Visum et Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum
et Repertum psikiatri adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan
Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang sudah meninggal. Keempat
jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun sebaiknya untuk
Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja
di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.10
Visum
et repertum Perlukaan
Tujuan pemeriksaan kedokteran
forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan
derajat luka atau sakitnya tersebut.
Terhadap setiap pasien, dokter harus
membuat catatan medic atas semua hasil pemeriksaan mediknya. Pada korban yang
diduga korban tindak pidana, pencacatan harus lengkap dan jelas sehingga dapat
digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Catatan medic yang tidak lengkap
dapat mengakibatkan hilangnya sebagian barang bukti di dalam pemberitaan visum
et repertum.
Derajat luka ditentukan berdasarkan
ketentuan KUHP pada pasal 352, pasal 90, pasal 352, pasal 353 dan pasal 351.10
Fungsi
Visum et
repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di
dalam bagian pemberitaan yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda
bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dengan membaca visum et repertum,
dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para
praktisi hukum yang dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh/jiwa manusia.10
Contoh visum et repertum untuk kasus 1:
PROJUSTITIA
11 Januari 2011
Visum et repertum no.:
1/I/2011
Visum et Repertum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter Aqilah
binti Isa. Dokter pada bagian forensik rumah sakit UKRIDA di Jakarta atas
permintaan dari kepolisian Resort Grogol dalam suratnya
nomor/VeR/1/2011/LL/Res. Tng tertanggal 11 Januari 2011, maka dengan ini
menerangkan bahwa, pada tanggal sebelas januari tahun dua ribu sebelas pukul tiga
sore Waktu Indonesia Barat, bertempat di RS UKRIDA, telah melakukan pemeriksaan
atas korban dengan nomor registrasi 97011990 yang menurut surat tersebut
adalah:--------------------------------
Nama :
Nyonya B -----------------------------------------------------------------
Jenis kelamin :
Perempuan ----------------------------------------------------------------
Warga Negara :
Indonesia --------------------------------------------------------------
Alamat :
xxx, Jakarta ------------------------------------------------------------
Hasil
pemeriksaan
1.
Dari anamnesis pada Nyonya B, harus
ditanyakan mengenai hari terakhir menstruasi, lama menstruasi, menarche, sudah
punya pacar/menikah.
2.
Pada korban ditemukan :
----------------------------------------------------------------
a. Dilihat
dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah/menurun, tekanan darah
menurun/normal, denyut nadi normal/cepat dan kecil serta suhu badan
normal/meningkat.
b. Pada
pemeriksaan daerah kelamin didapatkan pendarahan. Disertai keluhan mules/keram
perut di perut serta nyeri pinggang.
3.
Di lakukan pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah didapatkan kadar darah yang rendah, pemeriksaan golongan
darah adalah __, pemeriksaan hormon kehamilan positif, pemeriksaan radiologi
kelihatan permukaan keadaan dinding rahim, pemeriksaan hasil curettage; hasil
positif darah manusia, golongan darah adalah __ sesuai dengan wanita tersangka.
Hasil pemeriksaan DNA terhadap jaringan serta wanita tersangka cocok. (Mencari
hubungan antara jaringan yang ditemukan dengan tersangka melalui pemeriksaan
golongan darah, DNA)
4.
Pengobatan yang telah di lakukan( terapi
untuk mengurangkan pendarahan rahim). Dan korban di pulangkan dalam keadaan
yang baik.
Kesimpulan
Pada korban perempuan ini yang
berusia ___ tahun, berdasarkan hasil temuan yang telah di dapatkan tanda-tanda
kehamilan, ( payudara yang membesar, strecthmark pada perut). Seterusnya di
simpulkan adanya keguguran atau kematian kandungan pada perempuan
ini-------------------------------------------------------------
Demikian saya uraikan dengan sejujurnya atas sumpah
dokter sesuai dengan lembaran Negara 1973 nomor 350 untuk dipergunakan dimana
perlu penyidikan lebih lanjut. Harap digunakan sebaik-baiknya mengingat sumpah
sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara
pidana.------------------------------------------------
Dokter yang
memeriksa,
dr.Aqilah Isa
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Botol berisi
campuran darah dan jaringan berasal dari tiga perempuan tersangka pengguguran
kandungan. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda kehamilan dan tanda abortus pada
perempuan tersangka. Ditambah pula dengan pemeriksaan laboratorium yang
menunjang bahwa adanya hubungan jaringan dengan perempuan tersangka.
Daftar Pustaka
- WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September 2002.
- Azhari. Masalah abortus dan kesehatan reproduksi perempuan. Bagian Obstetri & Ginekologi FK UNSRI/RSMH, Palembang. Diunduh dari : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:uUzwQd5A2gwJ:digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%2520ABORTUS%2520DAN%2520KESEHATAN.pdf+tanda+abortus&hl=en&gl=id pada 19 Januari 2011.
3. Bagian
Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: FKUI; 1994.
4. Bagian
Kedokteran Forensik FKUI. Pengguguran kandungan. Dalam: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta;
FKUI. 1997.
5.
Undang-undang nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan. Diunduh dari dinkes-sulsel.go.id/new/images/Berita4/1.uu36-09-kesehatan.pdf pada 18 Januari 2011.
6.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika.
Dalam Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan
hukum. Jakarta:
Pustaka Dwipar; 2007.
7.
Sampurna B,
Syamsu Z, Siswaja TD. Pelanggaran etik dan disiplin profesi kedokteran. Dalam
Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar;
2007. Hal 138 – 9.
8. Lipscomb
K, Novy M.J. The normal puerperium in Decherney A.H, Nathan L,Goodwin T.M. et.
al. Current diagnosis and treatment: obstetrics and gynecology. 10th
ed. USA:
The McGraw-Hill Companies; 2007
9. Fransisca.
Aborsi.2007. Diunduh dari : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ZECrsZB6YGEJ:last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/aborsi.pdf+tanda+fisik+abortus
pada 18 Januari 2011.
- Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Visum et repertum. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta; FKUI. 1997. hal. 5-16
Terimakasih Ya Ilmunya Sudah Membantu dengan makalahnya
ReplyDelete